Polda Lampung Gelar Penyuluhan Hukum Terpadu, Fokus Tangani Isu Overstaying Tahanan

KRAKATAU.ID, BANDAR LAMPUNG -— Kepolisian Daerah (Polda) Lampung menunjukkan komitmen kuat terhadap penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kepastian hukum dengan menggelar Penyuluhan Hukum Terpadu yang berfokus pada isu krusial overstaying atau penahanan melebihi batas waktu di rumah tahanan (Rutan) Polri.

Kegiatan strategis yang berlangsung di Hotel Emersia, Bandar Lampung, pada Kamis (2/10/2025) ini menekankan pentingnya sinergi lintas Aparat Penegak Hukum (APH). Acara dibuka langsung oleh Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Lampung, Irjen Pol. Helmy Santika, dan dihadiri oleh seluruh jajaran pejabat utama Polda Lampung, Kapolres dan Kapolsek se-Lampung, serta perwakilan dari Kejaksaan Tinggi Lampung, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, dan Kantor Wilayah Kementerian HAM Lampung.

Dalam sambutannya, Irjen Pol. Helmy Santika menegaskan bahwa overstaying tahanan merupakan bentuk pelanggaran HAM serius yang harus segera ditangani secara sistematis.

“Isu overstaying tahanan berpotensi mencederai hak konstitusional setiap warga negara, yaitu hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang dan hak atas kepastian hukum,” tegas Irjen Helmy.

Kapolda juga menekankan bahwa setiap penyidik Polri harus memahami secara menyeluruh ketentuan batas waktu penahanan, perpanjangan, serta prosedur administrasi pengeluaran tahanan sesuai aturan yang tercantum dalam KUHAP.

“Kualitas penegakan hukum kita diukur dari seberapa jauh kita menghormati hak asasi orang yang sedang kita proses,” imbuhnya.

Penyuluhan ini dirancang sebagai forum koordinasi antarlembaga, mengingat penanganan status tahanan melibatkan tahapan panjang dari penyidikan (Polri), penuntutan (Kejaksaan), hingga eksekusi dan pengelolaan tahanan (Pemasyarakatan).

Perwakilan dari Kejaksaan Tinggi dan Ditjen Pemasyarakatan menyoroti pentingnya kecepatan koordinasi serta ketepatan administrasi dalam penanganan berkas perkara. Keterlambatan dalam satu tahap saja dapat menyebabkan overstaying yang berimplikasi pada pelanggaran hak tahanan dan beban operasional Rutan.

Dengan melibatkan seluruh jajaran APH dari tingkat Polda hingga Polsek, diharapkan implementasi standar prosedur penahanan di lapangan dapat berjalan lebih seragam, tepat waktu, dan sesuai koridor hukum. Hal ini diharapkan dapat menjadikan Lampung sebagai percontohan penegakan hukum yang profesional, humanis, dan berbasis HAM di Indonesia.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *