Radio Suara Wajar: Nostalgia Petrus Siswanto dan Keberadaan Radio yang Masih Relevan di Era Modern

KRAKATAU.ID, BANDARLAMPUNG — Di tengah perubahan zaman dan perkembangan teknologi, Radio Suara Wajar tetap memegang teguh tempatnya di hati para pendengarnya. Salah satu pendengar setia yang telah menyaksikan perjalanan radio ini dari masa ke masa adalah Petrus Siswanto.

Dalam wawancaranya dengan Kratakau.id di Jalan Cendana No.26, Pahoman, Bandarlampung, Siswanto berbagi cerita tentang nostalgia dan kecintaannya terhadap Radio Suara Wajar.

Kisah Siswanto bersama Radio Suara Wajar dimulai pada tahun 1970-an, saat radio ini menjadi salah satu pusat hiburan dan informasi utama bagi masyarakat Lampung.

“Dulu, di seputaran Radio Suara Wajar, masih banyak kebun kelapa. Stadion Pahoman sudah ada, dan arah ke barat dari radio itu masih dipenuhi kebun kelapa. Sekolah Xaverius pun sudah ada waktu itu,” kenang Siswanto.

Sebagai pendengar setia sejak tahun 1970, Siswanto tidak hanya mengingat suasana lingkungan sekitar radio, tetapi juga berbagai program unggulan yang disiarkan.

“Radio Suara Wajar adalah radio pertama di Provinsi Lampung yang menyajikan sandiwara radio,” ujarnya dengan bangga.

Sandiwara radio yang paling berkesan bagi Siswanto adalah “Racun Dalam Sayur”, yang tayang setiap malam Rabu sekitar pukul 8 malam. “Program ini diputar sebelum Radio Suara Wajar tutup pada pukul 10 malam,” tambahnya.

Kecintaan Siswanto terhadap radio ini tidak terlepas dari pengaruh ayahnya, Bapak Sugeng, yang juga seorang penggemar radio. “Dari kecil, saya sudah terbiasa mendengarkan radio. Bapak Sugeng sangat menyukai radio, termasuk Radio Suara Wajar. Beliau sering mendengarkan siaran Pater Boeren, SCJ, pendiri Radio Suara Wajar dari Belanda,” cerita Siswanto. Pater Boeren dikenal sebagai biarawan yang berperan besar dalam mendirikan radio ini, dan namanya masih dikenang dengan penuh hormat.

Siswanto menjelaskan bahwa alasan dia tetap setia mendengarkan radio hingga sekarang adalah karena radio memberikan keasyikan yang tidak membosankan.

“Meskipun saya sekarang sudah banyak beraktivitas, saat senggang atau sebelum tidur, saya masih setia mendengarkan Radio Suara Wajar. Radio ini selalu menjadi teman yang menyenangkan,” katanya.

Sebagai seorang pendengar setia, Siswanto memberikan saran untuk memastikan Radio Suara Wajar tetap eksis di tengah persaingan media modern.

“Untuk tetap eksis, radio harus terus berinovasi. Misalnya, dengan sering membuka telepon dan berinteraksi dengan pendengar. Inovasi seperti ini penting agar radio tetap relevan dan terus diterima masyarakat,” tutup Siswanto.***