KRAKATAU.ID, JAKARTA — Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Nusantara (HMPN) menggelar diskusi publik bertema “Mewujudkan Transisi Energi yang Berkeadilan di NTT”.
Kegiatan ini berlangsung di Aula FISIP UKI, 12 November 2025 ini dihadiri puluhan mahasiswa NTT yang tengah menempuh studi di kawasan Jabodetabek.
Dalam diskusi tersebut, para narasumber menyoroti potensi besar energi panas bumi NTT, sekaligus menegaskan pentingnya memastikan pembangunan berlangsung secara inklusif, transparan, dan berkeadilan bagi masyarakat lokal.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Sonny Keraf, menegaskan bahwa Flores memiliki sumber daya panas bumi yang sangat besar dan harus dimanfaatkan sebagai energi masa depan. Menurutnya, pengembangan geothermal bukan hanya soal transisi energi, tetapi juga peluang peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Ia menyebut Flores dapat mengembangkan berbagai industri berbasis sumber daya lokal seperti pariwisata, perikanan, pengolahan tanaman keras, serta komoditas unggulan seperti kopi.
“Energi panas bumi harus dimaksimalkan karena mendukung percepatan pembangunan ekonomi lokal sekaligus menjadi solusi untuk menghadapi krisis iklim,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Krakatau.id, Jumat (14/11/2025).
Namun, ia juga mengingatkan agar pemerintah dan investor tidak mengulangi kesalahan dalam proyek-proyek energi maupun pertambangan sebelumnya yang sering mengabaikan aspek sosial dan keberlanjutan.
“Kita mendorong percepatan, tetapi bukan berarti mengabaikan etika pembangunan dan perlindungan masyarakat lokal,” tambahnya.
Sementara itu, pengamat Pertambangan dan Eenergi, Ferdy Hasiman, menyampaikan bahwa geothermal memiliki karakter yang berbeda dengan pertambangan. Geothermal, menurutnya, adalah energi bersih yang menjadi kunci transisi dari energi fosil ke energi terbarukan.
“Kita sudah masuk era energi transisi, dan Flores mendapat berkah besar karena memiliki potensi PLTP yang signifikan. Tanpa potensi ini, Flores mungkin tidak akan dilirik dalam skala investasi besar, termasuk investasi pariwisata,” katanya.
Ia juga menegaskan pandangan ekonom energi global bahwa abad ke-21 bukan lagi era investasi tambang, melainkan investasi energi bersih. Karena itu, menurutnya, percepatan geothermal di NTT menjadi langkah strategis untuk masa depan.
Di sisi lain, Pater Peter Tan, dosen filsafat Undira, Kupang mengingatkan bahwa pengembangan energi panas bumi harus memastikan seluruh proses sosial berjalan sesuai prinsip inklusif dan transparan. Mulai dari sosialisasi, konsultasi publik, hingga persetujuan masyarakat adat dan lokal.
Ia menekankan bahwa potensi dampak ekologis, budaya, dan sosial harus diantisipasi sejak awal.
“Perubahan lahan, risiko pada air permukaan maupun air bawah tanah, serta dampaknya terhadap budaya lokal harus diperhitungkan dengan serius,” ujar Pater Peter.
Ia menambahkan bahwa proyek energi tidak boleh hanya berorientasi pada eksploitasi potensi, melainkan harus memastikan keadilan bagi masyarakat lokal serta perlindungan budaya Flores yang kaya.
Sementara itu, akademisi FISIP UKI, Gian Mali, melihat bahwa percepatan energi terbarukan seperti dapat menjadi pilar ketahanan energi di NTT. Menurutnya, energi bersih berperan penting mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan sekaligus menekan polusi udara.
“NTT memiliki banyak wilayah terpencil sangat membutuhkan energi bersih dan stabil. Pengembangan energi terbarukan bisa memperkuat ketahanan energi dan membuka ruang inovasi pembangunan daerah,” pungkasnya.***






