Arak-Arakan Bunda Maria: Kombinasi Keindahan Tapis dan Semangat Nasionalisme dalam Festival Lintas Agama Bandar Lampung

KRAKATAU.ID, BANDARLAMPUNG — Tugu Adipura Kota Bandar Lampung akan menjadi saksi perayaan yang tidak hanya merayakan seni dan budaya, tetapi juga menjalin hubungan antar agama dalam sebuah karnaval yang penuh makna. Festival Seni Budaya Lintas Agama Kota Bandar Lampung 2024 akan berlangsung pada hari Sabtu, 24 Agustus 2024, dimulai dari Tugu Adipura Bandar Lampung pukul 15.30 WIB.

Salah satu highlight acara ini adalah partisipasi Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) dan Kerawam Keuskupan Tanjungkarang yang akan mempersembahkan sebuah arak-arakan yang memukau.

Momen istimewa dalam festival ini adalah arak-arakan patung Bunda Maria yang telah didekorasi dengan indah oleh Sr. Mariana, HK., sebagai penata rias dan salah satu pengonsep utama.

Sr. Mariana, yang juga merupakan anggota Komisi HAK dan Kerawam Keuskupan Tanjungkarang, menjelaskan dengan penuh antusias tentang konsep patung Bunda Maria yang akan diarak. Patung tersebut akan tampil megah dengan balutan tapis, simbol kehormatan dan penghargaan dalam budaya Lampung.

“Tapis melambangkan penghormatan dan simbol pengargaan. Dalam konteks ini, tapis menyambut kehadiran Bunda Maria di tengah-tengah masyarakat kita, khususnya anak-anak di Lampung. Ini adalah simbol sambutan hangat dan penghormatan kepada tamu yang datang ke kota ini,” ujar Sr. Mariana saat diwawancarai Krakatau.id di Wisma Albertus, Pahoman, Bandarlampung, Sabtu pagi (24/8/2024).

Dekorasi patung Bunda Maria juga mencerminkan semangat kemerdekaan, dengan penggunaan mawar merah dan putih yang melambangkan bendera Indonesia. “Mawar merah dan putih kami pilih karena bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan Republik Indonesia. Ini adalah simbol dari kemerdekaan dan semangat nasionalisme,” tambah Sr. Mariana.

Selendang kuning yang menghiasi tandu patung melambangkan perdamaian, melengkapi pesan yang ingin disampaikan melalui arak-arakan ini.

Proses mendekor patung Bunda Maria memakan waktu sekitar dua jam, namun setiap detail dikerjakan dengan penuh cinta dan dedikasi. “Kami mengonsep kehadiran Bunda Maria di tengah-tengah kita sebagai simbol kehadiran dan perdamaian untuk seluruh bangsa. Ini adalah ungkapan kasih dan harapan kami untuk kerukunan umat beragama,” jelas Sr. Mariana dengan semangat.

Sebelumnya Koordinator Pelaksana Festival, Agustinus Warso, menambahkan bahwa tema dari Keuskupan Tanjungkarang dalam karnaval ini adalah “Menjadi Katolik Sejati dan Indonesia Sejati.” Tema ini menggambarkan komitmen gereja dalam berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Kami ingin menunjukkan bahwa gereja tidak hanya berfokus pada kegiatan internal, tetapi juga berkontribusi dalam kerukunan umat beragama dan kehidupan sosial masyarakat,” kata Agustinus.

Dengan karnaval ini, lanjut Warso Komisi HAK dan Kerawam Keuskupan Tanjungkarang berharap dapat menyampaikan pesan penting tentang kerukunan, perdamaian, dan cinta kepada bangsa. Festival ini menjadi wadah yang menyatukan berbagai elemen budaya dan agama, menciptakan sebuah harmoni yang mempesona dan penuh makna.

“Acara ini diharapkan dapat menjadi contoh nyata bahwa keragaman budaya dan agama bisa menjadi kekuatan yang memperkaya dan menyatukan masyarakat,” ungkap dia.***