Oleh : Romo Roy, Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) dan Kerawam Keuskupan Tanjungkarang
KRAKATAU.ID, PALEMBANG — Pertemuan Komisi Kerawam Regiol Sumatera (9-11 Agustus 2024) yang diadakan di Keuskupan Agung Palembang, itu mengambil tema ‘Meningkatkan Peran Umat Katolik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara’.
Titik poin yang disampaikan oleh para pemberi materi atau narasuber, lebih-lebih juga disampaikan oleh bapak uskup (Uskup Agung Palembang, Mgr. Yohanes Harun Yuwono) dalam misa pembukaannya. Bahwa rasul-rasul awam, itu gereja, gereja yang dalam hal ini adalah rasul-rasul awam, itu dipanggil dipilih dan diutus untuk hadir ada terlibat mengambil peran dalam pelbagai macam kehidupan sosial kemasyarakatan bahkan juga dalam kehidupan sosial politik.
Gereja bukan menjadi penonton tapi gereja harus hadir. Gereja itu tidak hanya dihitung, tetapi diperhitungkan. Maka penting mendorong rasul-rasul awam untuk terlibat dalam posisi-posisi, dalam titik terdah hingga titik tertinggi dari mulai berjuang bagaimana bisa menjadi ketua RT, RW, kemudian bisa menjadi pamong, bisa menjadi luraH, camat, dan juga jajaran-jajaran lebih tinggi.
Gereja harus ada, Gereja harus juga harus mau terlibat di situ, Gereja harus memberikan dan mengambilkan diri. Gereja harus masuk ke dalam satu sistem, sehingga Gereja yang dalam hal ini rasul awam, itu akhirnya boleh untuk memberikan pengaruh, memberikan dampak-sampak yang positif, kehadiranya bisa membawa perubahan dan pebaruan.
Dan hanya dengan hadir, ada terlibat dan mempunyai peran tanggung jawab, itu gereja akhirnya bisa mengembangkan misinya menjadi garam, memberikan citarasa mengawetkan hal yang baik, dari blusukan kemudian memberikan warna.
Gereja juga dipanggil untuk bagaimana rasul-rasul awam untuk menjadi cahaya, cahaya di tengah kebelapan, cahanya di tengah-tengah keremangan sehingga menghantar dan membawa orang untuk boleh menunjuk kepada kepastian, menuju kepada situasi yang lebih jelas sehingga tidak gampang mudah jatuh atau tersesat di jalan yang terang.
Gereja juga perlu untuk bagaimana kehadirannya itu bisa memberikan rasanya yang lebih menggelebungkan buat sesuatu menjadi lebih baik, daripada sebelumnya.
Seperti ragi, ragi yang baru itu juga dapat membuat tepung dalam adonan kehidupan bisa menggelembung dan mengeluarkan aroma yang begitu memukau.
Dan selain dari pada itu, pertemuan di Regio Sumatra, itu bukanlah pertama-tama kita mau mencoba untuk mendorong umat untuk terlibat di legislatif, eksekutif dan yudikatif, bukan pertama-tama itu penting, bukan pertama-tama itu, tapi bagaimana rasa-rasul awam, tokoh-tokoh umat itu juga bisa mengambil peran-peran penting di masyarakat sehingga dengan demikian karena Gereja punya pengaruh, Gereja punya peran, Gereja punya andil, Gereja punya kontribusi, sehingga kehadirannya diterima, dan dia dilibatkan di situ. Sehingga kalau ada apa-apa mereka juga merasa bertanggung-jawab, mereka juga merasa menjadi bagian, mereka merasa bahwa itu adalah sudara dan sahabat yang memang perlu untuk dibantu, perlu untuk ditolong, dan bukan menjadi rival, tapi menjadi sahabat dalam perjalanan.
Lalu lewat pemateri-pematerian yang disampaikan oleh mas Arman (Arman Suparman – Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah), yang disampaikan oleh mas Ari dari Jakarta (Ari Nurcahyo – Direktur Eksekutif Para Syndicate), itu sebenarnya titik poinnya hampir sama, bahwa Gereja itu tetap terus didorong, Gereja itu tetap terus rasul awamnya diedukasi, diberikan motivasi, diberikan pembakalan, diberikan pengayaan, diberikan wawasan, sehingga apa yang mereka lakukan itu, sebuah berinspirasi dari iman, bukan berinspirasi dari kemauan dan kemampuanya sendiri.
Mereka sungguh-sungguh akhirnya ketika harus berkiprah sedantiasa justru meneladan dan berpola bagaimana karya pelayanan Kristus. Jadi karakter mereka harus bercermin pada karakter Yesus. Mereka menjadi seorang rasul-rasul yang berkarakter, yang hadir untuk melayani, seperti Kristus melayani dengan totalitas, melayani dengan tuntas, melayani penukustian, melayani dengan penuh kesetiaan, melayani dengan penuh cinta, tanpa membeda-bedakan. Sehingga dengan demikian maka visi yang dibangun adalah kehadirannya itu menghadirkan kerejaan Allah dan bukan menghadirkan hidupnya atau dirinya sendiri.
Rasul-rasul awam yang terlibat di ranah sosial kehidupan masyarakat dan di ranah sosial politik apalagi politik praktis, mereka sungguh harus memiliki kedalaman spiritualisas, sehingga begitu harus berkiprah, berjibaku di lapangan mereka menjadi seorang rasul-rasul awam yang memiliki intergritas, memiliki moralitas, memiliki hati nurani dan perjuangannya, gerakannya adalah demi kebaikan bersama, demi kesejahteraan bersama, demi kebahagiaan semua orang. Bukan demi kebaikan dan lebih-lebih bukan demi kepentingan pribadi.
Kalau sebuah karya dilambari pada spiritualitas dan terisnpirasi dari iman, maka tidak perlu diragukan bahwa rasul-rasul awam akan mampu menghadirkan kerajaan Allah, di mana keadilan, di mana cinta, di mana kebenaran, sungguh-sungguh tercipta, terbangun di situ dan kehadirannya hanya boleh menjadi pesan dalam arti tanda rahmat, tanda berkat, tanda cinta bagi banyak orang yang mereka layani, mereka jumpai dalam hidup.***






