KRAKATAU.ID, KRUI — The Jack, tempat makan yang menyajikan aneka macam olahan seafood ini sudah sangat familiar baik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Rumah makan yang terletak di Pekon Walur, Kecamatan Krui Selatan, Kabupaten Pesisir Barat ini tak pernah sepi pembeli.
Hendra Saputra, pemilik Rumah Makan The Jack memaparkan menu olahan seafood yang disajikan.
“Menunya semua yang di Krui hasil laut kita masak, baik yang dilarang tapi itu dulu. Dulu saya pernah jual kura-kura, tapi sekarang cuma hasil laut saja, seafood. Yang positifnya yang besar, dari Hiu sampai Pauslah, Merlin mah ya nomor sekian lah,” kata Jack, panggilan akrab Hendra Saputra saat dijumpai Krakatau.id, pada 28 Mei 2024 lalu.
Jack memastikan berdasarkan pengalamannya untuk menu favorit yang banyak dipesan oleh pelanggan, bergantung pada daerah asal pembeli tersebut.
“Yang favorit makanan di sini tergantung asal pembeli, suku. Kalau suku orang Sumatra dari Padang, Jambi, Palembang, semuanya ikan karang. Ikan karang itu sejenih kakap, samba, ikan kuwei. Tapi kalau suku yang dari asal dari Jawa, umumnya larinya ke Tuna, Merlin, Tongkol. Karena dia gak terlalu amis. Tapi kalau ikan karang emang amis. Tapi kalau orang Sumatra makin amis makin asyik. Makin berbau makin berasa,” ucapnya.
Jack mengungkapkan pelanggan yang makan di tempanya biasanya memesan dalam satuan kilo gram dan dihidangkan dalam bentuk tiga olahan.
“Kalau di sini karena kita dikit kita tenaganya cuman tiga item, tapi kalau suasana sepi terserah. Kalau di sini biasanya untuk normalnya minta satu kilo, tiga macam, saya masakin disup atau dipindang sebagian yang tekstur bertulang. Yang daging tok dikrispiin, yang ada tulang dan daging kita bakarain. Tiga item. Itu udah normal, terkecuali ada request minta diasam, ditaboh atau yang lain,” ucap Jack.
Jack mengatakan untuk harga di rumah makannya tidak jauh berbeda murahanya dengan warung-warung padang. Bahkan lanjutnya lebih murah, karena sambal, lalapan dan air di The Jack gratis, bisa nambah sepuasnya.
“Kalau harga di sini paling termahal, kalau diglobalin. Tapi kalau dirinci sama sama rumah makan padang, sama puti minang, kenapa? Di sana nambah nasi, nambah sambel, nambah lalapan bayar. Kalau di sini enggak. Sekenyangnya, nasi free, sambel free terserah masu cabai mahal pokoknya free, lalap free sehabisnya, ikan satu kilo udah bebas nambah semuanya. Terkecuali minuman item, air mineral, kayak aqua betul kita bebasin, asal jangan buat mandi aja, buat cuci mulut sering, cucu muka sering,” kata dia.
Untuk minuman di The Jack lanjutnya, mengutamakan kelapa, seperti es kelapa muda.
“Minumannya karena kita kelapa ada ya, kelapa diutamain, kalau teh-teh botol atau koktailnya kita enggak utamain, karena koktail itu bisa dia dapat di mini-mini market yang lain,” imbuh Jack.
Jack memastikan untuk ikan yang dimasak sebagai bahan baku di rumah makannya adalah kualitas terbaik dan segar langsung dari nelayan.
“Kebetulan ikannya dari sini, kebetulan, kenapa? Kalau sudah dari luar saya enggak tahu itu ikan kapan ditangkepnya, dengan cara apa, ada yang dibomkah, macem-macem, ada yang dipanahkah, ada yang diracun, macem-camem. Kalau di sini pakai selang pancing, seluruhnya dari ujung Bengkulu sampai ke Kota Agung. Ya supliernya ke sini masuk, kita tinggal buka aja, saya butuh sekian, anter. Kota Agung sampai ke sini,” kata dia.
Tempat makan The Jack lanjutnya, buka setiap hari dari mulai pukul 09.00 sampai 17.00 WIB.
“Kebetulan bukannya dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore, itu juga limit order jam 4. Kecuali request, minimal 10 kg boleh sampai habis magrib untuk 30 orang 10 kg kita tiga itemin, apa menunya, ya silahkan apa aja. Kalau dia request mau minta acara, oh kita acara pakai halo-halo dikit, karena ada yang hoby nyanyi, kita sediain sampai malem,” jelas Jack.

Asal-usul nama The Jack
Kepada Krakatau.id, Jack mengemukakan sejarah mengapa rumah makannya dinamakan The Jack.
“Realnya buka pada tahun 2009. Nama saya bukan Jack atau Rojak, tapi nama saya Hendra. Cuman latar belakang saya masuk Krui saya disebut Jack. Nama panggilan itu kalau katanya sih kalau Indonesia speak Abdul Rojak, kalau orang turis America speak Michael Jack, makanya ejaan Jack sama Jak itu little-little mirip lah, sedikit mirip, e sama a itu. Jack sama Jak, jadi kalau turis ngeliat saya itu, halo Jack, yang lain ngikut Jack, padahal Jak, padahal nama sama bukan Abdul Rojak juga, tapi Hendra Saputra,” jelasnya.
Sebelum terjun di usaha kuliner, Jack merupakan pedagang ikan yang mengambil hasil tangkapan nelayan.
“Seafood kebetulan saya tukang ikang backgroundnya, saya beli ikan dari nelayan saya jual ke tukang-tukang, rumah-rumah makan dulunya. Liwa sampai Bukit saya dulu, keliling. Pergi pagi pulang malem kalau tukang ikan. Di sini sudah 7 tahun, di Jukung itu sudah 10 tahun, jadi udah 17 tahun,” pungkasnya.***






