KRAKATAU.ID (VOA) — Irama lembut yang mengalir dari flute memenuhi sebuah ruangan lantai dua sempit di Tokyo yang menyimpan tong-tong berisi sake yang difermentasi.
Bakteri dalam tangki berukuran 670 liter (atau setara dengan 147 galon) akan membutuhkan waktu lebih dari dua minggu untuk mengubah kandungan beras dan air di dalamnya menjadi minuman beralkohol tradisional Jepang.
Namun bakteri-bakteri tersebut tidak hanya hidup, mereka juga mendengarkan, kata sang pembuat sake Yoshimi Terasawa, dan jenis musik yang berasal dari pengeras suara yang ditempatkan di bawah tangki menentukan bagaimana rasa minuman itu nantinya.
“Mikroorganisme di dalamnya diaktifkan oleh getaran, dan rasanya berubah,” kata kepala pembuat sake di Tokyo Port Brewing yang kini berusia 63 tahun itu.
Musik adalah salah satu teknik unik yang digunakan Terasawa di satu-satunya pabrik sake di jantung ibu kota Jepang.
Irama lembut yang mengalir dari flute memenuhi sebuah ruangan lantai dua sempit di Tokyo yang menyimpan tong-tong berisi sake yang difermentasi.
Bakteri dalam tangki berukuran 670 liter (atau setara dengan 147 galon) akan membutuhkan waktu lebih dari dua minggu untuk mengubah kandungan beras dan air di dalamnya menjadi minuman beralkohol tradisional Jepang.
Namun bakteri-bakteri tersebut tidak hanya hidup, mereka juga mendengarkan, kata sang pembuat sake Yoshimi Terasawa, dan jenis musik yang berasal dari pengeras suara yang ditempatkan di bawah tangki menentukan bagaimana rasa minuman itu nantinya.
“Mikroorganisme di dalamnya diaktifkan oleh getaran, dan rasanya berubah,” kata kepala pembuat sake di Tokyo Port Brewing yang kini berusia 63 tahun itu.
Musik adalah salah satu teknik unik yang digunakan Terasawa di satu-satunya pabrik sake di jantung ibu kota Jepang.
Tantangan lainnya adalah kekurangan tenaga kerja seiring dengan pensiunnya para pembuat sake, melonjaknya harga bahan bakar, dan gangguan pasokan beras akibat pemanasan global.
Terasawa mengatakan pabrik sake berskala kecil miliknya menawarkan model untuk menjawab tantangan tersebut.
Prosesnya dimulai di balkon lantai empat, di mana ia dan seorang karyawan mengukus nasi selama 70 menit.
Kemudian mereka mengandalkan gravitasi untuk menyalurkan beras melalui lubang di lantai dan langit-langit ke ruang pencetakan di lantai tiga, lalu ke tahap sebelum fermentasi di lantai kedua, dengan menggunakan air keran, dan akhirnya membotolkan sake di lantai dasar.
“Di masa depan, pabrik sake kecil seperti ini akan mempunyai manfaat yang besar,” ucap Terasawa. [rz/rs]






